Terbangun Tengah Malam

الله عليه وسلم قال من تعار من الليل فقال : لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير الحمد لل


وسبحان الله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله ، ثم قال اللهم اغفر لي أو دعا استجيب له فإن توضأ ثم صلى قبلت صلاته
 رواه البخاري وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه


Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; beliau bersabda, “Barang siapa yang terbangun dari tidurnya pada malam hari, kemudian dia mengucapkan, ‘La ilaha illallah wahdahu la syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qadri, alhamdulillah wa subhanallah wa la ilaha illallah wallahu akbar, wa la hawla wa la quwwata illa billah*‘ kemudian dia berkata ‘Ya Allah, ampunilah aku’ atau dia memanjatkan doa, hal tersebut (istigfar maupun doa itu) akan dikabulkan. Kemudian jika dia berwudhu lalu mendirikan shalat, shalatnya tersebut akan diterima (di sisi Allah).” (Hadits shahih; riwayat Al-Bukhari, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah; lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1:149)

*) Artinya: Tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, hanya Dia, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kerajaan dan milik-Nya segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu; segala puji hanya bagi Allah, Mahasuci Allah, tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, Mahabesar Allah, tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah.
Syarah hadits (Fathul Bari li Ibni Hajar, 4:146):
  • Tsa’lab berkata, “Terdapat beragam pendapat tentang (makna) ta’arra:
    • اِنْتَبَه (intabaha ) = terbangun.
    • تَكَلَّم (takallama): berbicara.
    • عَلِم (‘alima): mengetahui.
    • تَمَطَّى (tamaththa): ngolet/menggeliat.
    Mayoritas (ahli ilmu) berpendapat bahwa التَّعَارّ (at-ta’arra) bermakna  الْيَقَظَة مَعَ صَوْت (bangun tidur sambil bicara).”
  • Ibnu At-Tin berkata, “Teks hadits menunjukkan bahwa makna تَعَارّ (ta’arra) adalah اِسْتَيْقَظَ (bangun tidur) karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang terbangun dari tidur kemudian mengucapkan….‘ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandingkan ‘ucapan’ dengan kondisi ‘bangun tidur’.
  • Hadits tersebut mengandung makna bahwa huruf fa’ (ف ) berfungsi menafsirkan suara yang  dikeluarkan oleh orang yang bangun tidur, karena terkadang orang bangun tidur sambil bicara namun tak berzikir. Oleh sebab itu, keutamaan yang disebutkan dalam hadits tersebut hanya diperuntukkan bagi orang yang (terbangun tengah malam dari tidurnya) kemudian dia bersuara dalam bentuk berzikir kepada Allah Ta’ala. Inilah rahasia pemilihan lafal “ta’arra” ( تَعَارَّ ) , bukan “istayqazha” (اِسْتَيْقَظَ ) atau “intabaha” (اِنْتَبَهَ ) terbangun. Keutamaan tersebut terkumpul pada diri seseorang yang terbiasa berzikir dan dia memang suka berzikir. Saking terbiasanya berzikir, zikir itu “menguasai” dirinya, sampai-sampai dengan sendirinya zikir tersebut terngiang dalam tidurnya kemudian dia terbangun sejenak (lalu mengucapkan zikir tersebut dengan lisannya). Sifat ini membuat si pemilik sifat ini termuliakan dengan dikabulkan doanya dan diterima shalatnya.
Maraji’:
  • Fathul Bari li Ibni Hajar, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Maktabah Asy-Syamilah.
  • Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Maktabah Asy-Syamilah.
TERIMA KASIH
Previous
Next Post »