Jangan Menghidupkan Lagi Perdebatan yang Sudah Basi!

Perkembangan pemikiran Islam pasca reformasi adalah suatu fenomena yang cukup menarik untuk ditelaah. Salah satu aspek yang tidak luput dari perhatian Ketua Umum PP Pemuda Persis, Tiar Anwar Bachtiar, adalah bahwa pada era ini persoalan-persoalan khilafiyyah yang sudah lama dianggap selesai justru dihidupkan kembali. Akhirnya, perdebatan-perdebatan yang dulu pernah terjadi pun terulang kembali.
Hal ini diungkapkan oleh Tiar dalam Diskusi Dwipekanan yang diselenggarakan oleh Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) pada hari Sabtu, 25 Januari 2014 yang lalu. Dalam diskusi bertajuk “Pasang Surut Gerakan Sosial Politik Islam Indonesia 1900-2014” ini, Tiar menyayangkan kenyataan bahwa perdebatan yang terjadi di antara umat Muslim sekarang ini justru banyak yang hanya mengulang perdebatan yang lama, bahkan cenderung membesar-besarkannya.
“Masalah Subuh berqunut atau tidak berqunut, misalnya, dulu sudah dianggap selesai. Ini cuma masalah perbedaan madzhab, tidak ada pengaruhnya pada ‘aqidah sama sekali. Tapi sampai sekarang masih ada saja yang membesar-besarkannya,” ujar Tiar.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi berulangnya perdebatan semacam ini, menurut Tiar, adalah munculnya para politisi yang menjadikan agama sebagai permainan. “Kita lihat di Pilkada DKI Jakarta yang lalu, pihak Adang Daradjatun dihantam dengan isu anti Maulid. Sampai-sampai PKS perlu membuat klarifikasi khusus bahwa pihaknya sama sekali tidak anti Maulid,” kata Tiar.
Sampai sekarang, sebagian politisi pun masih berkampanye dengan menjadikan masalah-masalah seperti tahlilan dan maulid sebagai komoditi. Bukan hanya menunjukkan keberpihakan padanya, mereka pun melakukan black campaign seolah-olah para pesaing politiknya sangat anti terhadap hal-hal tersebut. Padahal, perdebatan masalah tahlilan dan maulid di tengah-tengah para ulama sudah dianggap selesai. Meskipun masih ada perbedaan pendapat, namun masing-masing saling menghormati dan tidak berprasangka buruk kepada mereka yang berlainan pandangan dalam hal-hal furu’iyyah.
Perkembangan ini, menurut Tiar, adalah suatu masalah yang harus segera diselesaikan. “Ini tidak produktif. Umat disibukkan dengan perdebatan-perdebatan basi yang sesungguhnya sudah dianggap selesai. Kalau pun masih mau diperdebatkan, semestinya berdebat dengan baik, dengan argumen yang disertai dalil, dalam forum-forum akademis. Karena kita sibuk berdebat soal masalah-masalah ini, akhirnya kita lalai dari tugas kita yang lebih berat, misalnya melakukan islamisasi pendidikan, membangun SDM dan sebagainya. Bagaimana mau mendiskusikan cara mengelola negara jika kita masih sibuk dengan urusan-urusan remeh?” pungkas Tiar.
Selain masalah qunut, tahlilan dan maulid, perdebatan seputar nasionalisme dan demokrasi juga masih sering terjadi di Indonesia. Topik-topik ini telah menjadi bahasan para ulama sejak masa pra-kemerdekaan Republik Indonesia. Kenyataannya, masih banyak generasi muda Islam yang tidak mengetahui bahwa para pendahulunya sudah tuntas mendiskusikan masalah-masalah ini.
sumber: islamedia.com

Previous
Next Post »