بِسْÙ…ِ اللهِ الرَّØْÙ…َانِ الرَّØِÙŠْÙ…
"Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang."
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Kata bahasa gaul, ‘BENCI” itu benar-benar cinta. Memang benar. betapa
sulitnya manusia meninggalkan apa-apa yang disukai atau dicintainya (dan
dicintai oleh hawa nafsunya), sebaliknya betapa mudahnya manusia
meninggalkan apa-apa yang dibencinya (dibenci hawa nafsunya). Rasulullah
pernah bersabda, “Syurga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak
disukai (oleh hawa nafsu) dan sedangkan neraka itu dikelilingi dengan
hal-hal yang disukai hawa nafsu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Jika engkau
mencintai seseorang, maka ingatlah kepada Yang Maha menguasai kekasihmu,
ialah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan jika engaku mencintai seseorang,
maka ingatlah kepada Yang Maha menanamkan rasa cinta dalam hatimu itu,
ialah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena jika engkau mencintai seseorang,
dan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ingatanmu tertuju, artinya
engkau telah memahami makna cinta dan menjauhi syahwat.
Kadangkala kita sering melakukan kesalahan tanpa kita sadari. Ketika
jatuh cinta kita terlalu jauh berharap dan memberikan seluruh hati pada
seseorang. Bila ternyata orang tersebut melakukan kesalahan, kitapun
benci-sebenci-bencinya. Yang kelihatan hanya keburukannya saja, tiada
sedikitpun kebaikan padanya. Padahal sebagai manusia kita tidak terlepas
dari salah dan khilaf. Bila kita tidak berkenan kepada seseorang
alangkah baiknya, kalau kitapun berusaha menjaga lisan dan perbuatan
yang menyebabkan penyesalan pada akhirnya. Ketika kita mencaci maki
seseorang dengan kata-kata yang kasar, sebenarnya kita sedang
memperlihatkan kualitas kita sebagai manusia. Menunjukkan gambaran hati
kita. Dan ketika kita menyadari semua itu sudah terlambat. Penyesalan
sudah tidak lagi berguna. Sakit dan luka yang kita goreskan akan kembali
kita rasakan sakitnya. Orang tidak akan bisa menilai siapa kita yang
sebenarnya, selain apa yang keluar dari lisan kita. Qalbu dan lisan
tidak bisa dipisahkan. Qalbu itu bagaikan panci dalam dada yang mendidih
isinya dan siuknya adalah lisannya. Oleh karena itu, perhatikanlah
seseorang ketika dia bicara karena sesungguhnya lisannyalah yang
menyiukkan untuk anda rasa manis dan rasa kecut, rasa segar dan rasa
pahit kandungan hatinya dan memberitahukan kepada anda rasa kandungan
hatinya melalui lisannya Bila qalbu kita kotor maka kata-kata yang kotor
dan kasarlah yang keluar dari lisan. Bila qalbu bersih, maka kata-kata
kebaikan yang akan keluar dari lisan kita. Mulut seseorang adalah
toserba perbendaharaannya Dan kedua bibir mereka adalah kuncinya sedang
gigi mereka adalah cakarnya Apabila seseorang membuka pintu toserbanya.
Akan jelaslah bagi anda baik buruknya. Barangsiapa yang qalbunya
disertai dengan kebaikan, niscaya keburukan tidak akan dapat
membahayakannya. Barangsiapa yang disertai dengan keburukan, niscaya
kebaikannya tidak berguna baginya.
Cinta dan benci adalah dua sifat
fitrah yang selalu melekat pada diri manusia, kapanpun dan di manapun,
kedua sifat tersebut merupakan karunia dari Allah sejak manusia
diciptakan. Cinta tidak selalu bermuatan positif, begitu juga
sebaliknya, benci tidak selalu ber¬muatan negatif, sebagaimana yang
dipahami oleh banyak orang. Di dalam Islam, kedua kata yang berlawanan
arti ini bisa sama-sama bermakna positif apabila disalurkan sesuai
dengan aturan Allah. Begitu juga kebalikannya, keduanya dapat bermakna
negatif jika disalur¬kan secara ber¬tentangan dengan aturan-Nya. Cinta
dan benci bisa menjadi ladang amal shalih kalau dikelola dengan baik dan
sesuai aturan Islam. Cinta yang tidak bermuatan positif, apabila cinta
kita terhadap mahluk membabi buta, melebihi kecintaan kita kepada Allah,
begitupun dengan benci yang bermuatan negatif, adalah merupakan
kebencian tanpa alasan yang jelas. Sedangkan untuk cinta dan benci yang
positif. Cinta dan benci, bila kita bisa menempatkannya secara tepat dan
proposional, maka akan bernilai ibadah, seperti bila kita mencintai dan
membenci karena Allah. Saling cinta mencintai dan sayang menyayangi
karena All
ah, merupakan cerminan dari kebenaran cinta kepada Allah.
Sebab cinta kepada Allah akan melahirkan cinta kepada apa-apa yang
dicintai Allah dan mencintai kepada amalan-amalanyang dapat mendekatkan
diri kepada Allah. Mencintai seseorang karena Allah, bukanlah cinta
nafsu, tapi mencintai para Nabi, orang-orang shaleh dan orang-orang
mukmin adalah bagian yang tak terpisahkan dari kecintaan kepada Allah.
Jika kita mencintai seseorang karena Allah, sebenarnya kita mencintai
Allah juga, karena pada diri seorang yang kita cintai (orang mukmin) itu
ada daya tarik tersendiri yang akan mendorong cinta kita yang lebih
mendalam kepada Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan benci karena Allah
adalah mencurahkan ketidaksukaan dan kebencian kepada orang-orang yang
mempersekutukanNya dan kepada orang-orang yang keluar dari ketaatan
kepadaNya dikarenakan mereka telah melakukan perbuatan yang mendatangkan
kemarahan dan kebencian Allah, setelah sebelumnya kita coba
memperingatkan dan mengajaknya kembali kejalan Allah, namun bila mereka
tetap berada dalam kefasikan dan berbuat maksiat dan kerusakan, kita
harus membencinya karena Allah. Dan atau orang-orang kafir yang memusuhi
agama islam, meskipun mereka itu adalah orang-orang yang dekat hubungan
dengan kita, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ”Kamu tak
akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka..” (Al Mujaadilah ayat 22)
Sungguh tipis sekali batas antara cinta dan benci, Rasululullah pernah
bersabda, “Cintailah seseorang sekedarnya saja , bisa jadi suatu saat
dia menjadi orang yang paling kamu benci dan bencilah seseorang
sekedarnya saja karena bisa jadi suatu saat dia menjadi orang yang
paling kamu cintai” (HR At Thurmidzi). Manusia bisa begitu sangat
sulitnya meninggalkan hal-hal di dicintai hawa nafsunya, seperti
bermalas-malasan, menunda-nunda ibadah, foya-foya, hura-hura, melakukan
hal-hal yang tidak bermanfaat untuk akhirat, misalnya pergi ke diskotik,
ghibah, mencari-cari kesalahan orang lain, dan sebagainya. Namun begitu
mudahnya meninggalkan hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsunya, seperti
bangun untuk sholat tahajud, membaca dan mengkaji Al Quran, saum sunnah,
shalat sunnah, sedekah, dan sebagainya.
Coba saja kita renungkan,
betapa mudahnya sebagian orang melangkahkan kaki, untuk menghabiskan
waktu jalan-jalan ke mall atau pusat pertokoan dan membelanjakan
uangnya, bahkan kadang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu (boros)
dan begitu mudahnya orang menghabiskan waktu untuk ”ngerumpi.” .
Sebaliknya bila diperhatikan, betapa terasa berat langkah sebagian dari
mereka, untuk melangkahkan kakinya ke masjid, majelis taklim atau
menginfakkan uang mereka untuk fakir miskin, serta beratnya mereka
mengambil air wudhu dan membaca atau mengkaji Al-Quran.
Pada
umumnya manusia lebih suka dan lebih mudah menerima ujian kesenangan,
dan kadang ada yang sulit untuk menerima dengan ikhlas dan lapang dada,
saat diberi ujian kesempitan. Ini semua terkait dengan nafsu manusia.
Ujian kesenangan adalah hal-hal yang disukai manusia, sedangkan ujian
kesulitan adalah hal-hal yang dibenci nafsu manusia. Tapi jika seseorang
mampu bersabar dalam menghadapi ujian kesulitan dengan melawan kehendak
hawa nafsunya, berarti dia mampu menahan diri dalam kondisi sulit, maka
Allah akan memberikan jalan keluar serta ditempatkannya ke dalam
syurga. Sesungguhnya syurga bisa di raih dengan sesuatu yang tidak
disukai oleh hawa nafsu manusia, yaitu dengan menundukkan hawa nafsu
manusia, khususnya hawa nafsu ammarah bissu’. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar”. (Ali-Imran ayat
146). “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Dia (Allah) akan
menjadikan baginya jalan keluar, kemudian memberikan rezeki dari sumber
yang tidak disangka-sangka” (At-Thalaq ayat 2). “Dan barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan menjadikan baginya kemudahan
dalam urusannya” (At-Thalaq ayat 4). Coba cermati ayat tersebut, bahwa
syarat utama untuk memperoleh jalan keluar dari suatu kesulitan adalah
sikap jiwa dan sikap takwa. Memang benar janji Allah itu terbukti,
sebagaimana firman-Nya dalam Surat As-Shaff ayat 13, “Dan karunia lain
yang kamu sukai, (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan sudah
dekat. Sampaikanlah berita gembira itu kepada orang-orang yang beriman” (As-Shaff ayat 13).
Juga dalam kehidupan dan perjuangan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam banyak contoh yang menunjukkan bahwa pada suatu situasi yang
kritis kerap kali beliau menemukan jalan keluar dari kesulitan antara
lain sewaktu beliau bersembunyi di dalam gua tsaur (kira-kira 7 km
keluar kota Makkah) sewaktu perjalanan hijarah ke Madinah. Kaum kafir
yang mengejar beliau sudah sampai di pintu gua tersebut dan siap untuk
menggedor pintu gua itu. Tapi apa yang terjadi? Tiba-tiba mereka melihat
sarang laba-laba yang terbentang di muka pintu gua itu, yang merupakan
petunjuk bahwa bila ada orang di dalam gua tentu sarang tersebut putus
dan berantakan. Akhirnya kaum kafir (tukang pukul Abu Jahal) meneruskan
pencarian ke tempat lain, padahal di dalam gua Rosulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sempat cemas.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengilhamkan kepada jiwa manusia itu dua jalan, yaitu kejahatan dan
ketakwaan. ''Dan (demi) jiwa dan penyempurnaannya, maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.'' (Asy-Syams ayat 7-10).
Ayat ini menunjukkan bahwa betapa sulitnya, manusia meninggalkan
apa-apa yang disukai atau dicintainya (dan dicintai oleh hawa nafsunya)
dan sebaliknya betapa mudahnya manusia meninggalkan apa-apa yang
dibencinya (dibenci hawa nafsunya). Kita diberi pilihan, memilih jalan
yang mana, kita diberi akal untuk membedakan mana yang benar dan mana
yang salah. Kita juga diberi ujian sebagai pembuktian keimanan, apakah
dengan ujian itu, tetap pada keimanan atau berpaling dan melakukan yang
salah. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan,
“Kami telah beriman,' sedangkan mereka tidak diuji lagi” (Al Ankabuut
ayat 2). Kita dikaruniai akal pikiran untuk memilih jalan ketakwaan atau
kefasikan. Bila jalan takwa yang kita pilih, maka kemenangan yang kita
dapatkan, "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan
takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-
orang yang mendapat kemenangan" (An-Nur ayat 52). Bila memilih jalan
kefasikan, maka nerakalah tempatnya kelak, ”Dan adapun orang-orang yang
fasik maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak
keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada
mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya” (As
Sajdah ayat 20). ”Fasik” didefinisikan : orang yang banyak berbuat
maksiat, meninggalkan perintah Allah, keluar dari jalan benar dan agama.
Fasik juga didefinisikan orang yang melakukan dosa besar atau sering
melakukan dosa kecil. Fasik secara bahasa bermakna keluar atau
menyimpang dari sesuatu. Menurut para ulama, seperti Al-Qurthubi,
seseorang disebut fasik apabila sudah keluar dari ketaatannya kepada
Allah, seperti berbuat kemaksiatan secara terus-menerus.
Sekarang tanyakan dengan jujur pada diri sendiri, sudahkah kita
meninggalkan hal-hal yang disenangi dan dicintai oleh hawa nafsu selama
ini? Dan sudahkah kita menempatkan cinta dan benci secara tepat dan
proposional? Allah mengilhamkan pada jiwa kita dua jalan, sekarang coba
tanyakan pada hati nurani kita, selama ini, semua yang kita lakukan
dalam hidup, lebih mengarah pada jalan yang mana, jalan ketakwaan atau
kefasikan? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya dengan jujur. Dan
apabila kita temui jawabannya, tenyata masih perlu banyak perbaikan,
maka perbaikilah, sebelum terlambat. Wassalamu’alaikum warohmatullahi
wabarokatuh
About Admin MC3
This is dummy text. It is not meant to be read. Accordingly, it is difficult to figure out when to end it. But then, this is dummy text. It is not meant to be read. Period.
ConversionConversion EmoticonEmoticon