Sutradara : Riri Riza
Produksi : Miles Production
Durasi : 147 menit
Peresensi : Fatikha Rahmawati*
GIE, film yang dikemas dengan alur dan setting yang baik ini membuat saya terkagum-kagum.
Saya tak pernah melihat sebelumnya film Indonesia yang bisa seperti ini. Memukau dan tajam.
Film garapan sutradara Riri Riza ini menceritakan seorang Soe Hok Gie, pemuda keturunan Tionghoa yang hidup pada era orde lama.
Dengan berlatar belakang kehidupan sosial politik pada masa itu. Saya
terpukau dengan adanya setting tahun 1960-an yang ditampilkan pada film
ini. Setting yang nyaris sempurna menurut pendapat saya, sesuai dengan
apa yang saya pikirkan tentang Indonesia pada masa itu.
Adegan
awal menceritakan seorang Gie yang berada pada usia remaja, SMP ketika
gejolak ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan orde lama sedang
berkecamuk. Gie yang tinggal bersama keluarganya, memiliki sahabat
karib, serta teman-teman seperjuangannya juga tak lupa untuk diangkat dalam film ini.
Tak
lupa untuk memberitahukan setting pada waktu itu, sutradara juga
menampilkan teks yang memberitahukan pada penonton kondisi pada waktu
itu. Itu akan membantu penonton untuk lebih mencerna dan memahami film
tersebut.
Sosok
Gie digambarkan sebagai seseorang yang berani berkata yang benar dan
memiliki kemampuan bahasa ataupun pemikiran yang jauh dari pemuda-pemuda
yang lain. Gie adalah sosok pemuda yang berani mengambil sikap.
Alur
maju digunakan dalam film ini. Itu semua terlihat dari perubahan Gie
dari usia remaja ke dewasa dengan perubahan sosok Gie dari masa SMP, SMA
serta Perguruan Tinggi.
Pemikiran-pemikiran
Gie yang tajam dan menusuk pada waktu itu menjadi sajian yang hangat
sebagai hidangan pelengkap kisah Orde Lama. Sikap kritis terhadap
pemerintahan pada waktu itu selalu ia sampaikan baik secara langsung
maupun melalui tulisan-tulisannya.
Bukan
hanya menceritakan kehidupan pribadi Soe Hok Gie. Tapi, film ini
benar-benar mengangkat sejarah yang pernah ada di Indonesia. Soe Hok Gie
yang berjuang bukan hanya untuk dirinya ataupun warga keturunannya,
Tionghoa. Tapi juga berjuang untuk keadilan seluruh rakyat Indonesia
karena ia warga Indonesia yang tidak mau melihat rakyat Indonesia hidup
tertindas dan menginginkan pemerintahan Indonesia yang bersih.
Kecintaan
Soe Hok Gie terhadap alam juga ikut ditampilkan dalam film ini melalui
kegiatan naik gunung serta keindahan alam ketika berada di pantai.
Dalam film ini lebih banyak digunakan medium close up. Tapi tak sedikit point of view yang juga ditampilkan ketika Soe Hok Gie membaca buku. Close up lebih jarang ditampilkan.
Pada
film ini saya merasa pencahayaan yang digunakan terlampau kurang atau
memang dibuat seperti itu. Adanya layar hitam yang selalu muncul ketika
pergantian adegan juga mengurangi keseriusan saya menyaksikan film ini
karena itu cukup mengganggu saya. Ditambah lagi backsound yang kadang
lebih keras dibandingkan dengan dialog yang ada. Itu semua merupakan beberapa kekurangan tetapi tertutupi oleh tampilan keseluruhan yang menawan.
Melalui film ini pula saya semakin sadar bahwa kita tak perlu takut berkata tidak pada hal yang memang salah. Kemana arah tujuan Indonesia, “kita“ rakyat Indonesia yang menentukan. SELAMATKAN INDONESIA!
ConversionConversion EmoticonEmoticon